Jumat, 10 Mei 2013





BUKAN KARPET ALADIN SAYANg ~_~

Menyatukan cinta dua insan yang sudah dewasa dalam ikatan pernikahan merupakan suatu nilai ibadah . Pernikahan salah satu dari sekian banyak sunnah Rasulullah SAW, ibarat tali pengikat yang kuat maka dia menjadikan kesempurnaan bagi suatu hubungan pada belahan jiwa tanpa ada yang bisa memisahkan kecuali ijin Allah.

Namun dari sisimanakah kesempurnaan itu dapat dinilai? sebagaian orang memandang jika sudah lulus kuliah dan bekerja tetap maka baru bisa dikatakan layak untuk menyatukan cinta dalam satu ikatan, ada pula yang memilih menikah ketika mendapatkan dukungan luar biasa dari orang tuanya walaupun masih duduk dibangku kuliah sementara keperluan hidup akhirnya ditanggung oleh orang tua, tidak sedikit pula yang berani mengambil jalan menikah sambil kuliah dengan segala biaya ditanggung oleh kedua pasangan baru ini dengan alasan menyempurnakan agama demi menghindari pacaran.

Hidup memang pilihan setiap insan, apapun pilihanmu maka lakukan dengan penuh kesungguh-sungguhan. Berfikir panjang untuk memutuskan pilihan bukan berarti membuat kita melupakan bahwa Allah lah yang bisa menjadikan kita mampu tapi berusaha juga perlu.

Ada satu kisah yang menarik untuk diceritakan, kala itu sepasang pengantin muda dalam kamar kontrakan berbalut kesederhanaan tengah berjuang untuk membeli sejumlah barang-barang keperluan rumah tangganya, karena pada saat itu hanya ada kasur kecil dengan satu bantal, sebuah piring, sepasang sendok dan garpu, beberapa gelas, sebuah wajan,pisau, penanak nasi, dan setrika, maka menyebutkan barang-barang tersebut berarti masih banyak perlengkapan lainnya yang belum terbeli.

Jika beberapa pasangan dengan gembira menceritakan kisah bulan madu mereka yang menyenangkan dipulau dewata, mendapatkan banyak kado istimewa dari teman dan kerabat belum lagi apartemen atau rumah minimalis pemberian dari sang mertua, hingga wedding party yang menghabiskan uang ratusan hingga miliaran rupiah. Sangat berbanding terbalik dengan pasangan yang satu ini mereka bertemu pertama kalinya pada saat pengajian ba’da subuh di sebuah masjid dekat terminal dimana masjid tersebut ramai dijadikan tempat diskusi bagi ikhwan dan akhwat. Bermula ketika sang akhwat mendapat giliran untuk menyampaikan materi “ bagaimana menjadi pembicara yang menarik” rupanya seorang ikhwan berwajah tampan tengah berdebar penuh rasa takjub mendengarkan pemaparan dari sang pemateri akhwat, dari situlah benih cinta mulai tumbuh.

Rupanya pertemuan yang pertama itu membuat sang ikhwan penasaran dengan identitas lengkap sang akhwat, akhirnya dia mencari tahu kepada salah seorang teman yang pada akhirnya menjadi sahabat. Mendengarkan informasi yang didapat dari seorang sahabat tersebut membuatnya yakin ingin berta’ruf, proses ta’rufpun dimulai sampai pada akhirnya pernikahan berlangsung.

Kisah karpet aladin ini berawal dari malam hari yang dingin ketika pasangan pengantin baru sedang mendengarkan ceramah diradio oleh seorang Da’i kondang pada saat itu, sang istri merasakan perutnya kembung kemudian kakinya terasa dingin karena berjam-jam duduk dilantai tanpa alas selembar kainpun. Sang suami bertekad akan membeli sebuah karpet setelah ia mendapatkan uang gaji yang setiap awal bulan ia dapatkan.

Sang suami yang sudah bekerja sekitar lima bulan disebuah lembaga training setiap akhir pekan selalu disibukkan dengan berbagai kegiatan pelatihan yang membutuhkan tanggung jawab besar sehingga sering kali pada jam-jam tersebut terpaksa meninggalkan keluarga demi tuntutan pekerjaanya. Ketika suaminya bekerja sang istri juga memiliki kegiatan pengajian rutinan dan membantu membimbing pengajian anak-anak di masjid dekat kontrakannya.

Rupanya semenjak sang suami bekerja meninggalkan rumah sang istri sering kali duduk termenung beralaskan lantai yang dingin, hal itu membuatnya ingin segera memiliki sebuah karpet agar tidak merasa kedinginan lagi. Dia akhirnya berfikir bagaimana cara yang tepat untuk mengkomunikasikan pada sang suami agar karpet segera dibeli tanpa harus menunggu gajian diawal bulan, sang istri bingung kemudian sampailah pada harinya dimana sang suami dijemput oleh istri di geus house tempat dia menginap.

Asslamu’alaikum Akang kata sang istri sambil mendaratkan ciuman dipipi suaminya, sang suami membalas dengan memeluk sang istri sambil bertanya “sudah makan sayang”? Sang istri menjawab malu-malu “belum …” kemudian diambilkannya sepiring nasi dan lauk-pauknya special untuk istri. Di meja gues house sang suami menceritakan kegiatan pelatihan yang baru selesai itu “Alhamdulillah berjalan lancer” ujarnya membisikkan ketelinga sang istri. Sambil mulut yang terisi makanan sang istri berusaha menjawab “mmm … Alhamdulillah kalau begitu”.

Setelah selesai makan sang suami ingin membahagiakan istri dengan mengajaknya jalan-jalan, sang istri setuju menerima ajakan tersebut “kita survey harga karpet saja yuk ke swalayan supaya nanti bisa dianggarkan” ajak istri, sang suami akhirnya mengiakan.

Swalayan yang besar itu menyediakan lengkap berbagai keperluan untuk rumahtangga karena banyak barang yang belum mereka beli sang istri mondar-mandir melihat satu demi satu perabotan yang ada disana. Sampai akhirnya tertuju pada satu sudut yang memajang aneka karpet, sang istri mulai meraba-raba bahannya dan mengecek harganya sementara sang suami hanya memandangi saja melihat antusias istrinya. Akang sepertinya karpet yang ini cocok buat di kontrakan kita motifnya bagus dan harganya juga tidak terlalu mahal ujar sang istri. Sayang tidak ada komunikasi yang baik antara istri dan suami karena merasa harga karpet itu murah sang istri agak memaksa untuk membelinya sampai sang suamipun akhirnya menyetujui. Selesai memilih warna karpet akhirnya mereka membayar di kasir, subhanalllah uang yang ada di dompet sang suami pas dengan harga karpet tersebut, wajah berbinarpun muncul dari sang istri karena mendapat karpet baru. Begitu keluar dari swalayan tersebut sang suami membisikan pada istri “kita pulang jalan kaki saja karena uangnya sudah habis untuk membayar di kasir tadi, dan karpet ini bukan karpet aladin yang bisa membawa kita terbang ke kontrakan”!!! Ditengah terik matahari kota Bandung sepasang suami istri ini berjalan menyusuri jalan raya yang jaraknya cukup jauh, sekitar satu jam mereka berjalan kaki untuk menuju kontrakan. Wajah yang tadi berbinar berubah drastis menjadi merah karena menahan panasnya terik matahari, Subhanallah menikah memang penuh perjuangan …

@by HasanSepta





Banyak pelajaran yang bisa dipetik dari cerita tersebut sebuah perjuangan, pengorbanan, dan cinta. Pernikahan juga bisa membuat potensi seseorang bisa melejit. Melejitkan Potensi Dengan Menikah. Apa bisa ? Sangat bisa. Jika anda merasa saat ini hanya menjadi orang yang biasa-biasa saja maka segeralah menikah insyaAllah akan ada kesempatan untuk semakin melejitkan potensi anda. Terutama bagi ikhwan, opini saya ini mungkin sangat tepat. Dengan menikah maka kita bisa semakin semangat. Dalam beribadah misalnya, bagaimanapun kita dituntut untuk memimpin termasuk mengarahkan dan mendidik istri oleh karena ituseorang ikhwan harus meningkatkan ibadah agar menjadi tauladan dalam keluarga dan meningkatkan ilmu tentang ibadah tersebut. Selain itu istri juga bisa menjadi partnet untuk selalu memberikan dukungan bagi suami tercinta atas apa-apa yang perlu dirubah dan diperbaiki bagi si suami tersebut.

Dalam hal waktu, maka menikah sangat efektif membuat waktu kita semakin berguna. Bagaimana tidak senda gurau kita dengan istri adalah ibadah. Selain itu tentu setiap saat kita akan memikirkan untuk membangun keluarga yang sakinah, mawaddah warahmah. Sehingga mau tidak mau akan banyak waktu yang akan dicurahkan untuk meraih itu semua. Dan saya yakin dengan menikah juga akan mengurangi waktu yang mungkin kalau masih bujang untuk main-main dan hura-hura, maka saat telah menikah ada hak dari diri kita bagi istri kita sehingga tak sepantasnya kita setelah menikah masih suka main kesana kemari dengan teman tanpa ada tujuan yang jelas atau diterima agama.

Dalam hal pekerjaan juga demikian. Kalau dahulu hanya bekerja dan hasil jerih payahnya hanya untuk diri sendiri dan mungkin sebagian untuk keluarga kita (ayah, ibu, adik, dll) maka setelah menikah akan menggerakkan segala ide-ide positif kita untuk meraih rezeki yang banyak yang barakah. Mau nggak mau yang semula santai harus bekerja keras untuk mencari alternatif-alternatif sumber keuangan. Memang seeh sebaiknya semasa masih muda atau bujang melakukan hal tersebut (bekerja keras), namun mungkin sudah menjadi karakter kebanyakan orang Indonesia seumuran muda senangnya hanya maen-maen saja. Tak tahunya udah tua dan udah waktunya nikah baru nyadar betapa pentingnya kerja.

Tapi ingat, dengan menikah juga dapat melejitkan potensi yang tidak baik. Itu kalau si istri terlalu menuntut yang lebih saat itu juga dan kemungkinan kecil si suami tidak mampu memenuhinya saat itu. Kalaupun menunutut sesuatu misal minta dibelikan barang A, terus si suami belum mampu ya jangan memaksa harus waktu dekat itu. Cobalah si istri minta untuk lain kali kalau sudah punya uang baru dibelikan, dengan begitu si suami akan berusaha sekuat tenaga. Tapi kalau si suami nggak mampu beli dan si istri minta inginnya saat itu juga maka inilah yang akan menyebabkan bencana, mengapa ? Karena bisa-bisa si suami jika imannya lemah akan berbuat yang melanggar agama dan aturan negara.

Lalu bagimanakah pernikahan yang diajarkan oleh Nabi kita Muhammad SAW. Nabi Muhammad SAW sesungguhnya adalah seorang yang Monogamis dalam sebagian besar perjalanan kehidupan rumah tangganya. Beliau menikah dengan tujuan yang mulia dengan hukum yang tinggi dan tidak mungkin dengan tujuan demi kesenangan syahwat.
Rasulullah belum pernah memperbanyak istrinya kecuali setelah beliau dewasa dan tua, yakni setelah umurnya mencapai diatas 50 tahun. Dan tidak pernah melakukan poligami, setelah istri beliau Khadijah Ra meninggal barulah beliau melakukannya.

Dari 'Aisyah Ra Nabi SAW bersabda:
"Nabi SAW tidak pernah menikahi wanita lain atas Khadijah sampai Khadijah wafat" (HR. Muslim)

Dari segi jumlah istri, pernikahan Nabi SAW merupakan sebuah kekhususan bagi beliau, sebagaimana kekhususan lainnya, seperti puasa wishal (puasa bersambung hingga malam tanpa berbuka), tidak menerima sedekah, dan tidak meninggalkan warisan.
Karenanya dalam hal poligami, ummatnya hanya bisa meniru sebatas empat istri, tidak lebih. sebagaimana firmanNya Qs. An Nisa (4):3. Ayat ini turun dipenghujung tahun ke-8 Hijriyah, ketika Rasulullah sudah memiliki istri lebih dari empat dan telah menggaulinya. Meski demikian, tidak seorangpun dari istri-istrinya itu diceraikan.
Inilah Kekhususan bagi beliau, yang secara tegas Allah berfirman Qs. Al-Ahzab (33):50.

"Hai Nabi, Sesungguhnya kami telah menghalalkan bagimu istri-istrimu yang telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersama kamu dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada nabi kalau nabi mau mengawininya, sebagai pengkhususan bagimu , bukan untuk semua orang mukmin. Sesungguhnya kami telah mengetahui apa yang kami wajibkan kepada mereka tentang istri istri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki supaya tidak menjadi kesempatan bagimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

Dari segi motivasi pernikahan pun beragam Muhammad Ismail dalam Al Fikr al-islami, menjelaskan bahwa perbuatan manusia dilandasi Motivasi spiritual (ruhiyah), emosional (Ma'nawiyah), dan material (madiyah). Adapun nilai perbuatan manusia itu bisa dikategorikan sebagai nilai spiritual (ruhiyah), moral (akhlaqiyah), kemanusiaan (insaniyah), dan material (madiyah).
Dalam kerangka teori ini, Pernikahan Nabi SAW, selalu bermotivasi dan bernilai ruhiyah. Ini bisa dilihat dari faktor diri Rasulullah, jumlah istri beliau, maupun siapa orang-orangnya.

Faktor diri rasulullah SAW,
Rasulullah mulai berpoligami justru setelah akhir hidup beliau, yakni setelah usia melewati 30 tahun pernikahan bersama Khadijah.
Dalam usia 55 tahun, beliau menikahi 8 istri dan pada usia 57 tahun, beliau mengumpulkan 9 orang istri, dimana dalam masa ini, kehidupan beliau secara fisik tidaklah mapan, tetapi justru dipenuhi deraan gelombang cobaan dakwah. Kebugaran beliaupun semakin menyusut secara alamiah seiring bertambahnya usia. Ini artinya bahwa Pernikahan beliau jelas tidaklah berlandaskan hawa nafsu, tetapi karena perintah wahyu bersama nilai-nilai tertentu yang terkandung didalamnya.

Faktor istri
Siapa siapa orang-orangnya, maupun nilai, selain ruhiyah, pernikahan beliaupun menyertakan nilai nilai lain, seperti persahabatan, penghargaan, juga taktis politik.

Nilai persahabatan, Nabi menikahi 'Aisyah ra dan Hafshah ra, yang masing-masing adalah putri shahib beliau, yakni Abu Bakar ra dan Umar bin Khattab ra. Sebelumnya Hafshah adalah istri Khunais, yang temasuk angkatan pertama pemeluk islam. Khunais wafat tujuh bulan sebelum Rasulullah saw menikahi Hafshah.

Nilai Penghargaan
Nabi menikahi Saudah binti Zum'ah adalah janda Sukran bin Amr bin Abdi Syam. Setelah suaminya wafat, sudah sama sekali tidak cantik, tidak kaya, dan tidak memiliki status sosial tinggi. Tetapi demi menghargai perjuangannya, Rasulullah mengangkatnya menjadi Ummul Mu'minin.
Nabi menikahi Zainab binti Khuzaimah dan Ummu Salamah, janda dari dua sahabatnya yang syahid dimedan perang. Sebelumnya, Zainab adalah istri Ubadah ibnul Harits ibnul Muththalib, yang syahid dalam perang Badar. Zainab hidup bersama Rasulullah kurang dari dua tahun, kemudian meninggal.
Adapun Ummu salamah adalah mantan istri Abu Salamah, ia memiliki banyak anak. Abu Salamah meninggal dunia karena luka serius yang dialaminya ketika Perang Uhud setelah agak sembuh lukanya, Abu salamah kembali ke medan Perang bani Asad dengan membawa kemenangan. Akan tetapi luka lamanya kambuh dan akhirnya ia meninggal. Setelah empat bulan Nabi langsung melamarnya akan tetapi Ummu Salamah tahu diri "Ya Rasulullah, Apalah saya ini, janda tua dengan banyak anak"

Nilai taktis-politis.
Nabi menikahi Ramiah atau Ummu Habibah binti Abi Sufyan. Suaminya bernama Ubaidillah bin Jahsy al-Asadi. Khawatir akan disiksa bapaknya yang gembong Quraisy, Ramiah dan Ubaidillah turut hijrah ke Habasyah. Padahal saat itu ia hamil berat. Ditanah pengungsian, ia melahirkan seorang putri yang dinamai Habibah. Malangnya, tidak lama setelah itu, Ubaidillah murtad. Ia berusaha menarik istrinya keluar dari Islam. Akan tetapi, Ramiah tetap bersabar dalam agamanya.

Nilai/Value (Nilai Ruhiyah)
Zainab putri bibi Nabi adalah gadis cantik dari keluarga terpandang dikalangan Quraisy, sedang calon suaminya Zaid hanyalah seorang budak yang dimerdekakan nabi. Bagaiman kedua pasangan yang kontras kultur ini disatukan. Akhirnya berakhir dengan perceraian karena Zainab lebih mengedepankan kebangsawanannya. Detik-detik tragedi perceraian Zainab dengan Zaid turun wahyu ilahi bahwa Zainab kelak akan menjadi istri Rasul.
Rasulullah sempat merahasiakan wahyu ini bahkan sempat risau dan gundah dalam hatinya. maka turun, Firman Allah Qs Al-Ahzab (33):37
".... sedang kamu menyembunyikan didalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang berhak untuk kamu takuti...".


Hikmah dan Dasar Rasulullah memperbanyak istrinya disebabkan karena :
Banyaknya tawanan Ansar yang merupakan keluarganya sendiri, karena untuk memperkuat dakwahnya dan menyampaikan risalah Rabb-nya.
Untuk memuliakan qabilah-qabilah yang masih keluarga Rasulullah Saw, sehingga hubungannya semakin dekat.
Menampakkan kepada banyak orang tetang kondisi yang semula tersembunyi dengan maksud untuk menetralisir berita yang disebarkan orang-orang musyrik mengatakan bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw tukang sihir dan dukun.
Keajaiban didalam diri Rasulullah dalam menggilir istri-istrinya hanya pada satu malam dan merupakan mu'jizat bagi Rasulullah Saw dalam membagi giliran sesama istrinya dengan adil. (Qs. An-Nisa (4):129)
Memuliakan sebagian wanita-wanita janda atas dasar keimanan mereka setelah wafat suaminya. Rasulullah menikahinya atas dasar bermaksud menjaga keimanan mereka.
Ada banyak wanita berpindah kepada hukum-hukum syari'at (masuk islam) dan suami tidak mengikuti istrinya akibatnya guru-guru (da'i) yang mengajarkan islam kepada wanita.
Mengurangi permusuhan (menikahi Ummu Habibah binti abu sofyan anak dari abu sofyan yang merupakan musuh islam pemimpin orang kafir sebelum masuknya Islam dan Shafiyah binti Hayiyi bin akhtab musuh Nabi dari kalangan Yahudi).